JAKARTA, KOMPASTV - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus mengungkap ribuan kasus tanah pada akhir 2023 kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Senin (21/4/2025).
Deddy Sitorus mengungkap kasus tanah tersebut terjadi di era pemerintahan Joko Widodo.
"Di akhir tahun 2023 ada hampir 3.000 letusan konflik Pak. 2.939 tepatnya Pak. Di seluruh Indonesia.Mencakup 6,3 juta hektare lahan dan 1,759 juta keluarga korban Pak. Ini selama era pemerintahan Jokowi. 2015 hingga 2023 Pak. Ini 90 persen enggak kelar-kelar nih urusan Pak," kata Deddi Sitorus.
Deddy berharap di era kepemimpinan Nusron Wahid di ATR/BPN dapat menuntaskan persoalan tersebut yang terdampak pada 2 juta orang.
"Saya berharap Pak, ini bisa kita tuntaskan Pak. Satu per satu. Sembari kita menyelesaikan ke depan, tapi yang di belakang ini tanggung jawab kita juga Pak. Ini tanggung jawab pemerintah Pak. Tanggung jawab gedung ini juga Pak. Menyelesaikan persoalan-persoalan rakyat ini," jelasnya.
Produser: Yuilyana
Thumbnail Editor: Joshua
#pdip #deddysitorus #menterinusron
Baca Juga Terkuak! Polisi Ungkap Motif Dokter PPDS UI Rekam Mahasiswi Mandi di Indekos di https://www.kompas.tv/nasional/588308/terkuak-polisi-ungkap-motif-dokter-ppds-ui-rekam-mahasiswi-mandi-di-indekos
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/nasional/588314/pdip-kritik-masalah-tanah-era-jokowi-di-depan-menteri-atr-bpn-nusron
Deddy Sitorus mengungkap kasus tanah tersebut terjadi di era pemerintahan Joko Widodo.
"Di akhir tahun 2023 ada hampir 3.000 letusan konflik Pak. 2.939 tepatnya Pak. Di seluruh Indonesia.Mencakup 6,3 juta hektare lahan dan 1,759 juta keluarga korban Pak. Ini selama era pemerintahan Jokowi. 2015 hingga 2023 Pak. Ini 90 persen enggak kelar-kelar nih urusan Pak," kata Deddi Sitorus.
Deddy berharap di era kepemimpinan Nusron Wahid di ATR/BPN dapat menuntaskan persoalan tersebut yang terdampak pada 2 juta orang.
"Saya berharap Pak, ini bisa kita tuntaskan Pak. Satu per satu. Sembari kita menyelesaikan ke depan, tapi yang di belakang ini tanggung jawab kita juga Pak. Ini tanggung jawab pemerintah Pak. Tanggung jawab gedung ini juga Pak. Menyelesaikan persoalan-persoalan rakyat ini," jelasnya.
Produser: Yuilyana
Thumbnail Editor: Joshua
#pdip #deddysitorus #menterinusron
Baca Juga Terkuak! Polisi Ungkap Motif Dokter PPDS UI Rekam Mahasiswi Mandi di Indekos di https://www.kompas.tv/nasional/588308/terkuak-polisi-ungkap-motif-dokter-ppds-ui-rekam-mahasiswi-mandi-di-indekos
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/nasional/588314/pdip-kritik-masalah-tanah-era-jokowi-di-depan-menteri-atr-bpn-nusron
Kategori
🗞
BeritaTranskrip
00:00Terima kasih pimpinan Pak Menteri dan jajaran.
00:04Ini kementerian ATR BPN ini paling keren saya kira.
00:09Kalau kita RDP Pak, penuh nih ruangan dengan orang kementerian ATR BPN.
00:16Di Zoom juga ada banyak, saya kira, tapi juga saya kira perlu ditembangkan efektivitasnya ya.
00:24Karena di luar juga banyak, di sini banyak, mudah-mudahan ini betul-betul bisa mempercepat tugas teman-teman semua di Kementerian ATR BPN.
00:35Yang kedua Pak Ketua, seperti yang Anda sampaikan tadi, ini tadi saya sudah mencatat benar soal progres per kuarter ini.
00:44Tadi disampaikan bahwa untuk Q1 itu, yang paling tinggi itu di peta bidang tanah PTSL itu capaiannya 12,6%.
00:54Jadi kalau secara rata, memang tentu ini ada persoalan kalau hanya melihat angka ini.
01:03Oleh karena itu kami ingin pendalaman lebih jauh.
01:07Apakah memang ini sebuah kebiasaan, bahwa pada Q1 itu masih agak lambat, uang belum masuk, rencana belum ini itu.
01:16Lalu nanti kita melihat kurvanya di mana nih.
01:18Apakah Q2, Q3 atau Q4.
01:22Ya, supaya ini kita bisa, apa namanya, betul-betul memastikan.
01:27Karena dengan pagu anggaran yang sudah disunat ini kan, seharusnya ini capaiannya lebih cepat nih.
01:32Iya kan, karena, apa namanya, anggarannya sedikit, jadi bisa fokus menyelesaikan hal-hal yang betul-betul menjadi prioritas.
01:40Dengan asumsi, semua yang dibuat dalam perencanaan itu sudah dirasionalisasi.
01:46Sehingga apa yang kemudian dibiayai dengan anggaran yang tersedia, betul-betul merupakan prioritas.
01:51Sehingga nanti perlu pendalamannya, Pak, pada Q berapa kita akan mendapat kurva paling tinggi dari pencapaian kementerian.
01:58Lalu yang ketiga, Pak Menteri, tadi saya sedikit, apa namanya, pas saya mau bertanya, mencatat di sini,
02:07ini hibah apa loan nih yang World Bank?
02:10Ternyata langsung dikatakan loan.
02:11Waduh, ya oke lah, loan.
02:14Karena pemerintah kita kesulitan di fiskal.
02:19Tetapi ketika Pak Menteri mengatakan ini untuk kemudahan investasi,
02:24saya ingin mengatakan bahwa memang kita negara paling kacau urusan tanah dan investasi ini.
02:32Terbukti di hampir semua negara Asia, konflik agraria paling tinggi itu di negeri ini, Pak.
02:38Paling tinggi bandingkan dengan semua negara di Asia.
02:42Nanti kita buka datanya.
02:43Tetapi saya ingin sampaikan, investasi itu datang kalau ada kepastian hukum, Pak.
02:51Tanpa kepastian hukum, nggak ada investor mau taruh uang di sini.
02:56Siapa yang mau datang ada ketidakpastian?
03:00Regulasinya tumpang tinggi, Pak.
03:02Di bawahnya banyak mafia, banyak makelar.
03:05Jadi kita minjem ini, nanti untuk investasi, rakyat dikorbankan.
03:10Belum tentu juga mengundang investasi yang banyak, Pak.
03:13Akhirnya orang-orang kita juga yang makan di barang ini.
03:16Seterusnya kan begitu.
03:18Kalau kita lihat misalnya luasan sawit pertambahan kebun sawit
03:22dengan luasan pemberian hak ulayat tanah adat bagi masyarakat,
03:28itu kayak apa namanya, seperti apa itu, kura-kura lawan kuda, kuda Arab, Pak.
03:37Nggak sebanding.
03:40Jadi saya mohon juga, Pak Nusron, di era Bapak ini,
03:45tolong diseimbangkan.
03:46Antara ini untuk kemudahan investasi,
03:49juga dengan jaminan, Pak, terhadap hak masyarakat, Pak.
03:53Harus ada keseimbangan, Pak.
03:55Jadi kalau dalam konteks ini saya minta agar,
04:00kalau bisa, Kementerian Agraria mendorong, Pak,
04:02pemerintah daerah untuk mengajukan tanah ulayat dan tanah adat itu, Pak.
04:08Bantulah.
04:09Jangan nunggu dari bawah, Pak.
04:11Pemda itu nggak peduli, Pak.
04:14Tolonglah didorong.
04:14Kita kan punya kantor di daerah, Pak.
04:18Supaya ada percepatan juga untuk pengajuan hak-hak itu.
04:21Karena apa, Pak?
04:23Potensi ledakan sosial kita,
04:25dengan pertambahan populasi terus-menerus,
04:28tetapi tanah semakin mengerut, Pak.
04:30Ini suatu saat akan jadi ledakan berdarah-darah di Republik ini, Pak.
04:35Jadi tolong ada keseimbangan antara investasi dengan hak masyarakat.
04:41Tolong kita dorong itu juga, Pak.
04:42Saya berharap karena ini loan.
04:48Loan artinya apa?
04:49Akan dibayar oleh negara.
04:51Dibayar oleh negara siapa?
04:52Berarti rakyat yang bayar.
04:55Yang diuntungin bisnisnya,
04:56tapi rakyatnya ikut ngebayar loan-nya ini, Pak.
04:58Jadi tolong juga, Pak.
05:00Saya dorong supaya bagaimana mekanismenya kita atur,
05:04supaya Pemda juga lebih proaktif mengusulkan
05:10sertifikasi atau penetapan hak,
05:15hak ulayat atau hak adat itu.
05:17Tentu kolaborasi mungkin dengan Kementerian Kehutanan
05:20ya dalam konteks ini, siapa tahu.
05:24Tapi saya berharap di era Bapak ini, Pak,
05:26legasi, Pak,
05:27legasi menaikkan luasan untuk hak-hak rakyat itu juga ada di sini.
05:38Ini kalau saya lihatkan di sini hingga tahun 2025,
05:42itu baru 56 sertifikat hak pengelolaan HPL.
05:45Dari 18 kesatuan masyarakat hukum adat, Pak.
05:50Padahal puluhan juta hektare tanah kita ini dimiliki
05:52korporasi dan perorangan.
05:55Kan ini kita sadis nih sama rakyat sendiri, Pak.
05:57Bukan Pak Nusron, Pak.
05:59Orang-orang sebelum Bapak, Pak.
06:02Perilaku kekuasaan sebelum hari ini,
06:05itu yang menyumbang, Pak.
06:07Nah, saya ingin membuka, Pak,
06:08untuk sekedar data dari Konsorsium Pembaruan Agraria, Pak,
06:11tahun 2023 akhir.
06:13Saya kira semua insan agraria di sini sudah paham, Pak.
06:15Di akhir tahun 2023,
06:18ada hampir 3.000 latusan konflik, Pak.
06:232.939 tepatnya, Pak.
06:26Di seluruh Indonesia.
06:28Mencakup 6,3 juta hektare lahan
06:30dan 1,759 juta keluarga korban, Pak.
06:36Ini selama era pemerintahan Jokowi.
06:392015 hingga 2023, Pak.
06:45Ini 90 persen nggak kelar-kelar nih urusan, Pak.
06:50Jadi kita lihat di sini, Pak.
06:51Ada proses kriminalisasi sebanyak 2.363 kasus, Pak.
07:00Selama rentang waktu sembilan tahun itu.
07:05Ini keluarga terdampaknya, Pak, hampir 2 juta orang.
07:08Saya berharap, Pak, ini bisa kita tuntaskan, Pak.
07:11Satu persatu.
07:12Sembari kita menyelesaikan ke depan,
07:15tapi yang di belakang ini tanggung jawab kita juga, Pak.
07:18Ini tanggung jawab pemerintah, Pak.
07:19Tanggung jawab gedung ini juga, Pak.
07:21Menyelesaikan persoalan-persoalan rakyat ini.
07:25Saya tidak anti bisnis, Pak.
07:27Tapi kita juga jangan anti menyelesaikan masalah rakyat.
07:302 juta orang, 2 juta keluarga, Pak.
07:34Bayangkan berapa banyak, berapa juta orang itu.
07:37Jadi di sinilah saya kira peran pentingnya Kementerian Agraria
07:40sebagai, sebagai apa namanya ini,
07:43sebagai integrator, Pak.
07:46Ya, dengan Kementerian Kehutanan,
07:48dengan Kementerian apa lagi itu,
07:51ya pertanian.
07:53Saya kira di sini peran pentingnya, Pak.
07:56Dengan Kementerian Dalam Negeri,
07:58dalam konteks pengelolaan agrarianya,
08:00saya kira ini juga, Pak, penting,
08:03ya, supaya betul-betul menjadi perhatian.
08:06Saya sangat berharap nih, pada Pak Menteri.
08:10Pak Menteri sebagai orang yang
08:11tahu hirup-pikuknya masyarakat di bawah
08:14sebagai Anggota DPR bertahun-tahun, Pak.
08:16Saya kira harus memberikan sesuatu yang berbeda,
08:20dan saya kira itu bukan harapan yang berlebihan,
08:23supaya persoalan-persoalan rakyat ini diselesaikan.
08:26Jangan hanya persoalan pagar laut,
08:28selesai menguap, gak ada ujung pangkalnya lagi, Pak, hari ini.
08:31Yang kemarin teriak-teriak pun gak tahu batang hidungnya
08:33entah kemana sekarang.
08:36Hal yang begitu menarik perhatian kita kemarin,
08:39tiba-tiba simsalabim hilang tuh.
08:41Gak tahu kita,
08:43ini ujungnya di mana barang ini?
08:44Ya, kepalanya yang kemarin kelihatan,
08:48ada persoalan 34 km pagar laut,
08:52bla-bla-bla.
08:53Tiba-tiba PDIP kena getahnya disitu,
08:56gak jelas ujungnya,
08:59padahal gak ada urusannya.
09:01Saya kira nanti juga ini perlu diklarifikasi, Pak Musron,
09:04karena ini merusak kita juga.
09:06Ya, Pak, betul itu keluarga yang dari kader kita itu disitu
09:09ada melakukan sesuatu,
09:11supaya clear, Pak.
09:12Ya, jangan kita ini yang jadi kena getahnya, Pak.
09:16Karena kita bicara organisasi.
09:18Jadi kita juga ingin tahu kemana ini,
09:20di mana ini ujungnya ini pagar laut ini, Pak.
09:23Apakah karena tidak ada pemberitaan,
09:26atau sudah selesai masalahnya?
09:28Kalau sudah selesai, tolong dilaporkan disini.
09:30Karena ini perhatian publik kemarin.
09:33Ya, jangan seolah-olah negara ini,
09:35negara apa namanya, cuci kudang.
09:38Ada kasus ribut,
09:40habis itu lempar ke gudang belakang,
09:41lupakan semua.
09:43Kapan kita belajarnya?
09:45Lagi-lagi ini bukan Pak Musron sebagai personal.
09:48Ini soal bagaimana kita mengelola negara.
09:50Apa kayak begini kita?
09:52Tiap ada masalah,
09:54hilang karena masalah baru.
09:55Bukan karena kita selesaikan.
09:58Kan begitu nih, Pak Musron.
09:59Saya kira begitu.
10:00Pimpinan, terima kasih.
10:03Terima kasih, Pak.
10:04Dedi Sitorus dari PDI Perjuangan.
10:05Selanjutnya dari fraksi Partai Golkar.
10:08Selamat menikmati.
10:08Selamat menikmati.
10:09Selamat menikmati.